Jumat, 04 Mei 2012

Kisah Seorang Istri di Laptopnya :'(

Cerita ini adalah kisah nyata … dimana
perjalanan
hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya.
Bacalah, semoga kisah nyata ini menjadi pelajaran bagi kita semua. *** Cinta itu butuh kesabaran … Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita??? Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita.. Aku menjadi perempuan yg paling bahagia….. Pernikahan kami sederhana namun meriah….. Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu. Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula. Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya. Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu.. Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci …. Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku … sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku. Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya. *** Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami. Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya. Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku … Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA. Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku … Didepan suami ku mereka berlaku
sangat baik padaku, tapi dibelakang
suami ku, aku dihina-hina oleh mereka … Pernah suatu ketika satu tahun usia
pernikahan kami, suamiku mengalami
kecelakaan, mobilnya hancur.
Alhamdulillah suami ku selamat dari
maut yang hampir membuat ku menjadi
seorang janda itu. Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia
belum sadarkan diri setelah kecelakaan.
Aku selalu menemaninya siang &
malam sambil kubacakan ayat-ayat suci
Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku
melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk
mengurus suamiku yang sakit karena
kecelakaan. Namun saat ketika aku kembali ke
rumah sakit setelah dari rumah kami,
aku melihat di dalam kamarnya ada ibu,
adik-adiknya dan teman-teman
suamiku, dan disaat itu juga.. aku
melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu
mertuaku. Mereka tertawa menghibur
suamiku. Alhamdulillah suamiku ternyata sudah
sadar, aku menangis ketika melihat
suami ku sudah sadar, tapi aku tak
boleh sedih di hadapannya. Kubuka pintu yang tertutup rapat itu
sambil mengatakan,
“Assalammu ’alaikum ” dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam
sejenak di depan pintu dan mereka
semua melihatku. Suamiku menatapku
penuh manja, mungkin ia kangen
padaku karena sudah 5 hari mata nya
selalu tertutup. Tangannya melambai, mengisyaratkan
aku untuk memegang tangannya erat.
Setelah aku menghampirinya, kucium
tangannya sambil berkata
“Assalammu ’alaikum ”, ia pun menjawab salam ku dengan suaranya
yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku
pun senyum melihat wajahnya. Lalu.. Ibu nya berbicara denganku … “Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri ”. Aku teringat cerita dari suamiku bahwa
teman baiknya pernah mencintainya,
perempuan itu bernama Desi dan dia
sangat akrab dengan keluarga suamiku.
Hingga akhirnya aku bertemu dengan
orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak
aku bicara di dalam ruangan
tersebut,aku tak mengerti apa yg
mereka bicarakan. Aku sibuk membersihkan & mengobati
luka-luka di kepala suamiku, baru
sebentar aku membersihkan mukanya,
tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian
mengajakku keluar, ia minta ditemani
ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun
menemaninya. Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata,
”lebih baik kau pulang saja, ada kami yg menjaga abang disini. Kau
istirahat saja. ” Anehnya, aku tak diperbolehkan
berpamitan dengan suamiku dengan
alasan abang harus banyak beristirahat
dan karena psikologisnya masih labil.
Aku berdebat dengannya
mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku.
Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang
menghampiriku dan ia juga mengatakan
hal yang sama. Nantinya dia akan
memberi alasan pada suamiku
mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut
apa kata ibunya, baik ibunya salah
ataupun tidak, suamiku tetap saja
membenarkannya. Akhirnya aku pun
pergi meninggalkan rumah sakit itu
dengan linangan air mata. Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan
menjenguk suamiku sampai ia kembali
dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa
menangis dalam kesendirianku.
Menangis mengapa mereka sangat
membenciku. *** Hari itu.. aku menangis tanpa sebab,
yang ada di benakku aku takut
kehilangannya, aku takut cintanya
dibagi dengan yang lain. Pagi itu, pada saat aku membersihkan
pekarangan rumah kami, suamiku
memanggil ku ke taman belakang, ia
baru aja selesai sarapan, ia mengajakku
duduk di ayunan favorit kami sambil
melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu. Aku bertanya, ”Ada apa kamu memanggilku ?” Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang ” Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang
kamu di travel bag dan kamu sudah
memeegang tiket bukan ?” “Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga
sudah lama tidak bertemu dengan
keluarga besarku sejak kita menikah
dan aku akan pulang dengan mama
ku ”, jawabnya tegas. “Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu
disana?“, tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan
sedikit rasa kecewa karena ia baru
memberitahukan rencana
kepulanggannya itu, padahal aku telah
bersusah payah mencarikan tiket
pesawat untuknya. ”Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas. ”Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak
bertemu, ya kan ?”, lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium
keningku. Hatiku sedih dengan
keputusannya, tapi tak boleh aku
tunjukkan pada nya. Bahagianya aku dimanja dengan suami
yang penuh dengan rasa sayang &
cintanya walau terkadang ia bersikap
kurang adil terhadapku. Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal
aku ingin bersama suamiku, tapi karena
keluarganya tidak menyukaiku hanya
karena mereka cemburu padaku karena
suamiku sangat sayang padaku. Kemudian aku memutuskan agar ia saja
yg pergi dan kami juga harus berhemat
dalam pengeluaran anggaran rumah
tangga kami. Karena ini acara sakral bagi
keluarganya, jadi seluruh keluarganya
harus komplit. Walaupun begitu, aku pun
tetap tak akan diperdulikan oleh
keluarganya harus datang ataupun
tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak
mau membuat riuh keluarga ini. Malam sebelum kepergiannya, aku
menangis sambil membereskan
keperluan yang akan dibawanya ke
Sabang, ia menatapku dan menghapus
airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku
peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi
sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang
akan terjadi. Aku hanya bisa menangis
karena akan ditinggal pergi olehnya. Aku tidak pernah ditinggal pergi selama
ini, karena kami selalu bersama-sama
kemana pun ia pergi. Apa mungkin aku sedih karena aku
sendirian dan tidak memiliki teman,
karena biasanya hanya pembantu
sajalah teman mengobrolku. Hati ini sedih akan di tinggal pergi
olehnya. Sampai keesokan harinya, aku terus
menangis.. menangisi kepergiannya.
Aku tak tahu mengapa sesedih ini,
perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh
berburuk sangka. Aku harus percaya
apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku. *** Berjauhan dengan suamiku, aku merasa
sangat tidak nyaman, aku merasa
sendiri. Untunglah aku mempunyai
kesibukan sebagai seorang aktivis,
jadinya aku tak terlalu kesepian
ditinggal pergi ke Sabang. Saat kami berhubungan jarak jauh,
komunikasi kami memburuk dan aku
pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit
sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan
aku menahan rasa sakit dirahimku ini,
sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah
sakit oleh adik laki-lakiku yang
kebetulan menemaniku disana. Dokter
memvonis aku terkena kanker mulut
rahim stadium 3. Aku menangis.. apa yang bisa aku
banggakan lagi.. Mertuaku akan semakin menghinaku,
suamiku yang malang yang selalu
berharap akan punya keturunan dari
rahimku.. namun aku tak bisa
memberikannya keturunan. Dan
kemudian aku hanya bisa memeluk adikku. Aku kangen pada suamiku, aku selalu
menunggu ia pulang dan bertanya-
tanya, “kapankah ia segera pulang ?” aku tak tahu.. Sementara suamiku disana, aku tidak
tahu mengapa ia selalu marah-marah
jika menelponku. Bagaimana aku akan
menceritakan kondisiku jika ia selalu
marah-marah terhadapku.. Lebih baik aku tutupi dulu tetang hal ini
dan aku juga tak mau membuatnya
khawatir selama ia berada di Sabang. Lebih baik nanti saja ketika ia sudah
pulang dari Sabang, aku akan cerita
padanya. Setiap hari aku menanti
suamiku pulang, hari demi hari aku
hitung… Sudah 3 minggu suamiku di Sabang,
malam itu ketika aku sedang melihat
foto-foto kami, ponselku berbunyi
menandakan ada sms yang masuk. Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari
suamiku yang sms. Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi,
aku akan kabarin lagi ”. Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku
ingin marah, tapi aku pendam saja ego
yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu
pun tiba, aku menantinya di rumah. Sebagai seorang istri, aku pun
berdandan yang cantik dan memakai
parfum kesukaannya untuk menyambut
suamiku pulang, dan nantinya aku juga
akan menyelesaikan masalah
komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini. Bel pun berbunyi, kubukakan pintu
untuknya dan ia pun mengucap salam.
Sebelum masuk, aku pegang tangannya
kedepan teras namun ia tetap berdiri,
aku membungkuk untuk melepaskan
sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang
masuk ke dalam rumah kami. Setelah itu akupun berdiri langsung
mencium tangannya tapi apa reaksinya.. Masya Allah.. ia tidak mencium
keningku, ia hanya diam dan langsung
naik keruangan atas, kemudian mandi
dan tidur tanpa bertanya kabarku.. Aku hanya berpikir, mungkin dia capek.
Aku pun segera merapikan bawaan nya
sampai aku pun tertidur. Malam
menunjukkan 1/3 malam,
mengingatkan aku pada tempat
mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta. Biasa nya kami selalu berjama ’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas,
aku tak tega membangunkannya. Aku
hanya mengeelus wajahnya dan aku
cium keningnya, lalu aku sholat tahajud
8 rakaat plus witir 3 raka ’at. *** Aku mendengar suara mobilnya, aku
terbangun lalu aku melihat dirinya dari
balkon kamar kami yang bersiap-siap
untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi
ia tak mendengar. Kemudian aku ambil
jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg
bercecer dari rahimku untuk
mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi. Aku merasa ada yang aneh dengan
suamiku. Ada apa dengan suamiku?
Mengapa ia bersikap tidak biasa
terhadapku? Aku tidak bisa diam begitu saja,
firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat
itu juga aku langsung menelpon
kerumah mertuakudan kebetulan Dian
yang mengangkat telponnya, aku
bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan
enteng ia menjawab, “Loe pikir aja sendiri!!!”. Telpon pun langsung terputus. Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam
kecemasan. Mengapa suamiku berubah
setelah ia kembali dari kota
kelahirannya. Mengapa ia tak mau
berbicara padaku, apalagi memanjakan
aku. Semakin hari ia menjadi orang yang
pendiam, seakan ia telah melepas
tanggung jawabnya sebagai seorang
suami. Kami hanya berbicara
seperlunya saja, aku selalu
diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat
dan ia bertanya dengan nada yg keras.
Suamiku telah berubah. Bahkan yang membuat ku kaget, aku
pernah dituduhnya berzina dengan
mantan pacarku. Ingin rasanya aku
menampar suamiku yang telah
menuduhku serendah itu, tapi aku selalu
ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di
atas para istri, itu pedoman yang aku
pegang. Aku hanya berdo ’a semoga suamiku sadar akan prilakunya. *** Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung
berubah juga. Aku menangis setiap
malam, lelah menanti seperti ini, kami
seperti orang asing yang baru saja
berkenalan. Kemesraan yang kami ciptakan dulu
telah sirna. Walaupun kondisinya tetap
seperti itu, aku tetap merawatnya &
menyiakan segala yang ia perlukan.
Penyakitkupun masih aku simpan
dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku
minum. Kebahagiaan ku telah sirna,
harapan menjadi ibu pun telah aku
pendam. Aku tak tahu kapan ini semua
akan berakhir. Bersyukurlah.. aku punya penghasilan
sendiri dari aktifitasku sebagai seorang
guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta
uang padanya hanya untuk pengobatan
kankerku. Aku pun hanya berobat
semampuku. Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan
aku banggakan, sekarang telah menjadi
orang asing bagiku, setiap aku bertanya
ia selalu menyuruhku untuk berpikir
sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah
makan malam usai, suamiku memanggilku. “Ya, ada apa Yah !” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya
“Ayah ”. “Lusa kita siap-siap ke Sabang ya. ” Jawabnya tegas. “Ada apa? Mengapa ?”, sahutku penuh dengan keheranan. Astaghfirullah.. suami ku yang dulu
lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia
membentakku. Sehingga tak ada lagi
kelanjutan diskusi antara kami. Dia mengatakan ”Kau ikut saja jangan banyak tanya !!” Lalu aku pun bersegera mengemasi
barang-barang yang akan dibawa ke
Sabang sambil menangis, sedih karena
suamiku kini tak ku kenal lagi. Dua tahun pacaran, lima tahun kami
menikah dan sudah 2 tahun pula ia
menjadi orang asing buatku. Ku lihat
kamar kami yg dulu hangat penuh cinta
yang dihiasi foto pernikahan kami,
sekarang menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan
kebingungan ini. Ingin rasanya aku
berontak berteriak, tapi aku tak bisa. Suamiku tak suka dengan wanita yang
kasar, ngomong dengan nada tinggi,
suka membanting barang-barang. Dia
bilang perbuatan itu menunjukkan sikap
ketidakhormatan kepadanya. Aku
hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini,
dalam kesendirianku.. *** Kami telah sampai di Sabang, aku masih
merasa lelah karena semalaman aku
tidak tidur karena terus berpikir.
Keluarga besarnya juga telah
berkumpul disana, termasuk ibu & adik-
adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini.. Aku dan suamiku pun masuk ke kamar
kami. Suamiku tak betah didalam kamar
tua itu, ia pun langsung keluar
bergabung dengan keluarga besarnya. Baru saja aku membongkar koper kami
dan ingin memasukkannya ke dalam
lemari tua yg berada di dekat pintu
kamar, lemari tua yang telah ada
sebelum suamiku lahir tiba-tiba Tante
Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera
berkumpul diruang tengah, aku pun
menuju ke ruang keluarga yang berada
ditengah rumah besar itu, yang tampak
seperti rumah zaman peninggalan
belanda. Kemudian aku duduk disamping
suamiku, dan suamiku menunduk penuh
dengan kebisuan, aku tak berani
bertanya padanya. Tiba-tiba saja neneknya, orang yang
dianggap paling tua dan paling berhak
atas semuanya, membuka
pembicaraan. “Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan
kau Fisha ”. Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam. ”Ada apa ya Nek ?” sahutku dengan penuh tanya.. Nenek pun menjawab, “Kau telah bergabung dengan keluarga kami
hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak
melihat tanda-tanda kehamilan yang
sempurna sebab selama ini kau selalu
keguguran !!“. Aku menangis.. untuk inikah aku
diundang kemari? Untuk dihina ataukah
dipisahkan dengan suamiku? “Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau
menikah dengannya. Tapi Fikri anak
yang keras kepala, tak mau di atur,dan
akhirnya menikahlah ia dengan kau. ” Neneknya berbicara sangat lantang,
mungkin logat orang Sabang seperti itu
semua. Aku hanya bisa tersenyum dan melihat
wajah suamiku yang kosong matanya. “Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan
dengannya ”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu. Sedangkan suamiku hanya terdiam saja,
tapi aku lihat air matanya. Ingin aku
peluk suamiku agar ia kuat dengan
semua ini, tapi aku tak punya
keberanian itu. Neneknya masih saja berbicara panjang
lebar dan yang terakhir dari ucapannya
dengan mimik wajah yang sangat
menantang kemudian berkata, “kau maunya gimana? kau dimadu atau
diceraikan ?“ MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin
jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk
mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa
keluarganya bersikap seperti ini
terhadapku.. Aku selalu munutupi masalah ini dari
kedua orang tuaku yang tinggal di pulau
kayu, mereka mengira aku sangat
bahagia 2 tahun belakangan ini. “Fish, jawab!. ” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab. Aku langsung memegang tangan
suamiku. Dengan tangan yang dingin
dan gemetar aku menjawab dengan
tegas. ”Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat
berdiskusi dengannya melalui bathiniah,
untuk kebaikan dan masa depan
keluarga ini, aku akan menyambut baik
seorang wanita baru dirumah kami. ” Itu yang aku jawab, dengan kata lain
aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat
itu juga suamiku memandangku dengan
tetesan air mata, tapi air mataku tak
sedikit pun menetes di hadapan mereka. Aku lalu bertanya kepada suamiku,
“Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti, yah ?” Suamiku menjawab, ”Dia Desi!” Aku pun langsung menarik napas dan
langsung berbicara, ”Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang
harus saya siapkan dalam pernikahan
ini Nek?. ” Ayah mertuaku menjawab,
“Pernikahannya 2 minggu lagi. ” ”Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk
menyuruhnya mengurus KK kami ke
kelurahan besok ”, setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke
kamar. Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun,
aku berjalan sangat cepat, aku buka
pintu kamar dan aku langsung duduk di
tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku
sendiri disini. Tak kuat rasanya
menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku.. Apakah karena ini suamiku menjadi
orang yang asing selama 2 tahun
belakangan ini? Aku berjalan menuju ke meja rias,
kubuka jilbabku, aku bercermin sambil
bertanya-tanya, “sudah tidak cantikkah aku ini ?“ Ku ambil sisirku, aku menyisiri
rambutku yang setiap hari rontok.
Kulihat wajahku, ternyata aku memang
sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah
hampir habis.. kepalaku sudah botak
dibagian tengahnya. Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka,
ternyata suamiku yang datang, ia berdiri
dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini,
aku bersegera memandangnya dari
cermin meja rias itu. Kami diam sejenak, lalu aku mulai
pembicaraan, “terima kasih ayah, kamu memberi sahabat kepada ku. Jadi
aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal
pergi kamu nanti! Iya kan?. ” Suamiku mengangguk sambil melihat
kepalaku tapi tak sedikitpun ia
tersenyum dan bertanya kenapa
rambutku rontok, dia hanya
mengatakan jangan salah memakai
shampo. Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia sangat cuek?” dan ia sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata,
“sudah malam, kita istirahat yuk !“ “Aku sholat isya dulu baru aku tidur ”, jawabku tenang. Dalam sholat dan dalam tidur aku
menangis. Ku hitung mundur waktu,
kapan aku akan berbagi suami
dengannya. Aku pun ikut sibuk
mengurusi pernikahan suamiku. Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang
juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku.
Aku ingin suamiku kembali seperti dulu,
yang sangat memanjakan aku atas rasa
sayang dan cintanya itu. *** Malam sebelum hari pernikahan
suamiku, aku menulis curahan hatiku di
laptopku. Di laptop aku menulis saat-saat
terakhirku melihat suamiku, aku marah
pada suamiku yang telah
menelantarkanku. Aku menangis
melihat suamiku yang sedang tidur
pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku
save di mydocument yang bertitle
“Aku Mencintaimu Suamiku. ” Hari pernikahan telah tiba, aku telah
siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar.
Aku berdiri didekat jendela, aku melihat
matahari, karena mungkin saja aku
takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku
berdiri sangat lama.. lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya
masuk dan berbicara padaku. “Apakah kamu sudah siap ?” Kuhapus airmata yang menetes
diwajahku sambil berkata : “Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk
kedalam rumah ini, cucilah kakinya
sebagaimana kamu mencuci kakiku
dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam
kamar pengantin bacakan do ’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu
lakukan padaku dulu. Lalu setelah
itu..”, perkataanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan
itu, aku ingin menagis meledak. Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa Bunda?” Aku kaget mendengar kata itu, yang
tadinya aku menunduk seketika aku
langsung menatapnya dengan mata
yang berbinar-binar… “Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan ?”, pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah
mendengar. Dia mengangguk dan berkata, ”Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa
bunda?”, sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak
sedikit membungkuk karena dia sangat
tinggi, aku hanya sedadanya saja. Dia tersenyum sambil berkata, ”Kita liat saja nanti ya !”. Dia memelukku dan berkata, “bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain
mama”. Kemudian ia mencium keningku, aku
langsung memeluknya erat dan berkata,
“Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa
Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah?
Aku kangen belaian kasih sayang Ayah?
Aku kangen dengan manjanya Ayah?
Aku kesepian Ayah? Dan satu hal lagi
yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzinah! Dulu.. waktu awal kita
pacaran, aku memang belum bisa
melupakannya, setelah 4 bulan bersama
Ayah baru bisa aku terima, jika yang
dihadapanku itu adalah lelaki yang aku
cari. Bukan berarti aku pernah berzina Ayah. ” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku
sambil berkata, ”Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah ”. Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia
hanya menangis. Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku
menanti dirinya kembali. Tiba-tiba
perutku sakit, ia menyadari bahwa ada
yang tidak beres denganku dan ia
bertanya, ”bunda baik-baik saja kan ?” tanyanya dengan penuh khawatir. Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu
itu sudah mebuatku baik, Yah. Aku
hanya tak bisa bicara sekarang “. Karena dia akan menikah. Aku tak mau
membuat dia khawatir. Dia harus
khusyu menjalani acara prosesi akad
nikah tersebut. *** Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun
dimulai. Aku duduk diseberang suamiku. Aku melihat suamiku duduk
berdampingan dengan perempuan itu,
membuat hati ini cemburu, ingin
berteriak mengatakan, “Ayah jangan!!”, tapi aku ingat akan kondisiku. Jantung ini berdebar kencang saat
mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu
ijab-qabul selesai, aku menarik napas
panjang. Tante Lia, tante yang baik itu,
memelukku. Dalam hati aku berusaha
untuk menguatkan hati ini. Ya … aku kuat. Tak sanggup aku melihat mereka duduk
bersanding dipelaminan. Orang-orang
yang hadir di acara resepsi itu iba
melihatku, mereka melihatku dengan
tatapan sangat aneh, mungkin melihat
wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. hatiku menangis. Sampai dirumah, suamiku langsung
masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak
mencuci kakinya. Aku sangat heran
dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak
suka dengan pernikahan ini? Sementara itu Desi disambut hangat di
dalam keluarga suamiku, tak seperti
aku dahulu, yang di musuhi. Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana
bisa? Suamiku akan tidur dengan
perempuan yang sangat aku cemburui.
Aku tak tahu apa yang sedang mereka
lakukan didalam sana. Sepertiga malam pada saat aku ingin
sholat lail aku keluar untuk berwudhu,
lalu aku melihat ada lelaki yang mirip
suamiku tidur disofa ruang tengah.
Kudekati lalu kulihat. Masya Allah..
suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa
itu sambil menghelus wajahnya yang
lelah, tiba-tiba ia memegang tangan
kiriku, tentu saja aku kaget. “Kamu datang ke sini, aku pun tahu ”, ia berkata seperti itu. Aku tersenyum
dan megajaknya sholat lail. Setelah
sholat lail ia berkata, “maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu
menderita karena ego nya aku. Besok
kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang
dengan mama, papa dan juga adik-
adikku ” Aku menatapnya dengan penuh
keheranan. Tapi ia langsung
mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia
memelukku sangat erat. Aku tersenyum
saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya
Allah.. apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil
nyawaku sekarang ini, karena aku telah
merasakan kehadirannya saat ini. Tapi..
masih bisakah engkau ijinkan aku untuk
merasakan kehangatan dari suamiku
yang telah hilang selama 2 tahun ini.. Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus ?” Aku menangis dalam kebisuan.
Pelukannya masih bisa aku rasakan. Aku pun berkata, “Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?” ”Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah
sering terluka oleh sikapku yang
egois.” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu. Lalu suamiku berkata, ”Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan bunda..
Selama ayah di Sabang, ayah dengar
kalau bunda tidak tulus mencintai ayah,
bunda seperti mengejar sesuatu, seperti
mengejar harta ayah dan satu lagi..
ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya
kalau bunda gak mau berbuat “seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip (“seperti itu”). Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung
dan ayah berpikir kalau bunda pernah
tidur dengannya sebelum bunda
bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh
keluarga ayah karena ayah terlalu
memanjakan bunda ” Hati ini sakit ketika difitnah oleh
suamiku, ketika tidak ada kepercayaan
di dirinya, hanya karena omongan
keluarganya yang tidak pernah melihat
betapa tulusnya aku mencintai
pasangan seumur hidupku ini. Aku hanya menjawab, “Aku sudah ceritakan itu kan Yah. Aku tidak pernah
berzinah dan aku mencintaimu setulus
hatiku, jika aku hanya mengejar
hartamu, mengapa aku memilih kamu?
Padahal banyak lelaki yang lebih mapan
darimu waktu itu Yah. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin
setiap hari menangis karena menderita
mencintaimu.“ Entah aku harus bahagia atau aku harus
sedih karena sahabatku sendirian
dikamar pengantin itu. Malam itu, aku
menyelesaikan masalahku dengan
suamiku dan berusaha memaafkannya
beserta sikap keluarganya juga. Karena aku tak mau mati dalam hati
yang penuh dengan rasa benci. *** Keesokan harinya … Ketika aku ingin terbangun untuk
mengambil wudhu, kepalaku pusing,
rahimku sakit sekali.. aku mengalami
pendarahan dan suamiku kaget bukan
main, ia langsung menggendongku. Aku pun dilarikan ke rumah sakit.. Dari kejauhan aku mendengar suara
zikir suamiku.. Aku merasakan tanganku basah.. Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah
suamiku penuh dengan rasa
kekhawatiran. Ia menggenggam tanganku dengan
erat.. Dan mengatakan, ”Bunda, Ayah minta maaf…” Berkali-kali ia mengucapkan hal itu.
Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang
terjadi padaku? Aku berkata dengan suara yang lirih,
”Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin
bunda kesana ya, Yah.. ” “Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah … !!! Bunda sayang banget sama Ayah. ” Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit,
sakitnya semakin keatas, kakiku sudah
tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi
memegang tangan suamiku. Kulihat
wajahnya yang tampan, berlinang air
mata. Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan
kalimat syahadat dan ditutup dengan
kalimat tahlil. Aku bahagia melihat suamiku punya
pengganti diriku.. Aku bahagia selalu melayaninya dalam
suka dan duka.. Menemaninya dalam ketika ia
mengalami kesulitan dari kami pacaran
sampai kami menikah. Aku bahagia bersuamikan dia. Dia
adalah nafasku. Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu
sampai aku hidup didalam hati anakmu,
ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu
berdo’a agar Mama merestui hubungan kami. Mengapa engkau fitnah
diriku didepan suamiku, apa engkau
punya buktinya Ma? Mengapa engkau
sangat cemburu padaku Ma? Fikri tetap
milikmu Ma, aku tak pernah
menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu
mengerti apa yang kamu inginkan dari
anakmu, tapi mengapa kau benci diriku.
Dengan Desi kau sangat baik tetapi
denganku menantumu kau bersikap
sebaliknya. ” *** Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan
istriku. ===================================================== Ayah, mengapa keluargamu sangat
membenciku? Aku dihina oleh mereka ayah. Mengapa mereka bisa baik terhadapku
pada saat ada dirimu? Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di
jalan, aku menegurnya karena dia adik
iparku tapi aku disambut dengan wajah
ketidaksukaannya. Sangat terlihat
Ayah.. Tapi ketika engkau bersamaku, Dian
sangat baik, sangat manis dan ia
memanggilku dengan panggilan yang
sangat menghormatiku. Mengapa
seperti itu ayah? Aku tak bisa berbicara tentang ini
padamu, karena aku tahu kamu pasti
membela adikmu, tak ada gunanya Yah.. Aku diusir dari rumah sakit. Aku tak boleh merawat suamiku. Aku cemburu pada Desi yang sangat
akrab dengan mertuaku. Tiap hari ia datang ke rumah sakit
bersama mertuaku. Aku sangat marah.. Jika aku membicarakan hal ini pada
suamiku, ia akan pasti membela Desi
dan
ibunya.. Aku tak mau sakit hati lagi. Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku.. Engkau Maha Adil.. Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah.. Ayah sudah berubah, ayah sudah tak
sayang lagi pada ku.. Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku
tak akan bermanja-manja lagi padamu.. Aku kuat ayah dalam kesakitan ini.. Lihatlah ayah, aku kuat walaupun
penyakit kanker ini terus menyerangku.. Aku bisa melakukan ini semua sendiri
ayah.. Besok suamiku akan menikah dengan
perempuan itu. Perempuan yang aku benci, yang aku
cemburui. Tapi aku tak boleh egois, ini untuk
kebahagian keluarga suamiku. Aku harus sadar diri. Ayah, sebenarnya aku tak mau
diduakan olehmu. Mengapa harus Desi yang menjadi
sahabatku? Ayah.. aku masih tak rela. Tapi aku harus ikhlas menerimanya. Pagi nanti suamiku melangsungkan
pernikahan keduanya. Semoga saja aku masih punya waktu
untuk melihatnya tersenyum untukku. Aku ingin sekali merasakan kasih
sayangnya yang terakhir. Sebelum ajal ini menjemputku. Ayah.. aku kangen ayah.. ===================================================== Dan kini aku telah membawamu ke
orang tuamu, Bunda.. Aku akan mengunjungimu sebulan
sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini. Aku akan selalu membawakanmu
bunga mawar yang berwana pink yang
mencerminkan keceriaan hatimu yang
sakit tertusuk duri. Bunda tetap cantik, selalu tersenyum
disaat tidur. Bunda akan selalu hidup dihati ayah. Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak
pernah marah.. Desi sangat berbeda denganmu, ia tak
pernah membersihkan telingaku,
rambutku tak pernah di creambathnya,
kakiku pun tak pernah dicucinya. Ayah menyesal telah menelantarkanmu
selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak
perduli, hidup dalam kesendirianmu.. Seandainya Ayah tak menelantarkan
Bunda, mungkin ayah masih bisa tidur
dengan belaian tangan Bunda yang
halus. Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah
sangat membutuhkan bunda.. Bunda, kamu wanita yang paling tegar
yang pernah kutemui. Aku menyesal telah asik dalam ke-
egoanku.. Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap
manis. Senyum manjamu terlihat di
tidurmu yang panjang. Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan
membahagiakanmu, aku selalu meng-
iyakan apa kata ibuku, karena aku takut
menjadi anak durhaka. Maafkan aku
ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku
percaya begitu saja. Apakah Bunda akan mendapat
pengganti ayah di surga sana? Apakah Bunda tetap menanti ayah
disana? Tetap setia dialam sana? Tunggulah Ayah disana Bunda.. Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah
di sini.. Aku mohon.. Ayah Sayang Bunda..

1 komentar:

  1. Bersama kami situs adu ayam online terpercaya!
    Dapatkan Bonus Menarik Langsung Dari Bolavita Sekarang...
    Bonus New Member 10% | Cashback Hingga 10%
    Yuk Gabung Bersama Kami Raih Kemenangan Anda Sekarang Juga 100% Tanpa Bot
    Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
    WA: +628122222995

    BalasHapus